Keberadaan kain tenun nusantara dapat
terus bertahan era hinga digital ini berkat tirual adat yang melibatkan seluruh
aktivitas dan kehidupan masyarakat dari berbagai suku daerah.Bahkan proses
pekerjaanya dikerjakan secara maual masih terus dilakukan di beberapa daerah
penghasil tenun.
Kecintaan ditambah krinduan pada
budaya inilah yang tampaknya menjadi landasan kuat yang berhasil mengangkat
kain tenun menjadi bagian gaya busana masa kini.Bahkan kain tenunjuga menjadi
alternatif material busana ‘’bernuansa’’indonesia selain batik.memberi banyak
‘’pekerjaan rumah’’ yang menjanjikan hasil maupun masa depan yang lebih
cemerlang bagi banyak pihak.
ISTIMEWANYA
Kreativitasbangsa indonesia dalam
mencinta kian terpapar melalui ‘catatan’ panjang. Selama kurun waktu 1.500
tahun serta melaui berbagai kegiantan tradisi budaya di penjuru Nusantara
,terciptalah berbagai teknik pembuatan kain beserta ragam hiasanya keragaman
kain tradisional muncul karna perbedaan geografis.Perbedaan iklim yang
mempengaruhi perkembangan flora dan fauna disekitarnya turut berperan dalam
memengaruhi gaya hidup dan mata pencaharian suku tertentu.
Nilai budaya dan adat istiadat yang dibangun
oleh leluhur mengahasilkan filosofikehidupan yang tercemin kuat dalam adat
setempat. Bahkan, hal ini kerap dikaitkan dengan kepercayaan yang di anut. Dari
sinilah muncul bermacam ragam hias yang mengekspresikan keberadaan tuhan. Ada
juga ragam hias yang terinspirasi dari
banda sekitar, seperti hewan dan tanaman dan selanjutnya dipakai dalam berbagai
aktivitas sosial , baik untuk sehari hari ataupun untuk ritual adat.
Peran kain tenun lainya muncul ketika
kelompok suku tertentu bertemu dengan kelompok lainya dan melakukan hubungan
sosial. Kain Tenun yg mulanya digunakan untuk kebutuhan pribadi , mulain
dipakai sebagai sarana untuk bertukar kebutuhan .
Kain tenun diperkenalkan oleh suku
bangsa Tonkin dan Annam utara yang membawa kebudayaan Dongson pada sekitar 700
tahun sebelum masehi pun terus berkembang. Para ahli menemukan bahwa teknik menenun
yang dikenal hingga sekarang muncul secara bergantian diawali dengan tenun ikat
lungsi (teknik penciptaan ragam hias
melalui ikat dan pencelupan pada benang lungsi atau benang vertikal), Kemudian
tenunikat pakan (teknik penciptakaan ragam hias melaui ikat dan pencelupan pada
benang pakan atau benang horizontal), dan tenun gandaa ikat atau double ikat
dimana proses pembuatan ragam hias dibuat pada benang vertikan maupun benang
horizontal.
Teknik teknik tenun tersebut
berkemabang didaerah yang berbeda. Tenun ikat lungsi yang dipercaya sebagi
teknik tenun tertua berkembang di pedalaman Sumatra ,Kalimantan,Sulawesi dan
Nusa tengara timur. Teknik tenun ikat pakan banyak berkembang di daerah panti
seperti, Aceh, Sumatra selatan, Sulawesi selatan, Sulawesi tengah, jawa, Nusa
tenggara barat, dan Bali. Sedangkan tenun ikat ganda hanya berkembang di daerah
tenganan, karangsem , Bali, dan dipercaya dipengaruhi oleh patola dan india .
yang menarik , meski tiap teknik berkembang didaerah yang berbeda . jenis alat
tenun yang dipergunakan nyaris serupa dengan keterampilan menenun yang
dipelajari secara turun temurun hingga sekarang.
DAYA PIKATNYA
Para kolektor kain ,baik lokal maupun
asing , biasanya siap berburu kain hingga kepelosok. ‘’Sejak kecil saya dekat
dengan kain karena almarhuma ibu saya adalah seorang kolektor. Selain itu saya
sendiri melihat keberadaan kain tenun yang menyebar diseluruh indonesia yang
ragritual adam hiasnya dan tekniknya kaya deangan kekhasn dari masing masing
daerah. Inilah yang membuat saya tertarik untuk mengembangkan karena
keberadaanya mulai punah ‘’
Papar Sjamsidar isa produksi dan
quality control Cita Tenun Indonesia (CTI), mengenain kecintaanya pada kain
tenun indonesia
DULU DAN SEKARANG
Kita tau bahwa keindahan dan kekayaan
kain tenun terletak pada proses pembuatan yang masih dikerjaan sepenuhnya
dengan tangan serta ragam dan hiasan yang orisinal. Meski tidak begitu populer
, kain tenun tradisional masih banyak dipakai, terutama untuk acara khusus yang
melibatkan ritual adat atau upacara adat.
‘’saya melihat banyak yang bisa
‘diolah’ dari kain tenun, apalgi saya melihat ada new look , dimana kain kain
nusantara tersebut diolah menjadi busana dan dipakai berulang ulang bukan hanya
untuk accasion tertentu . Dari sini saya menyadari bahwa penjualan kain songket harus didukung
denganpromosi dan alternatif penggunaan kain yang lebih bervariasi, bukan
sekedar sebagai kain padanan kebaya ‘’ jelas chossy latu