Kamis, 28 Juni 2012

Cerita Tenun

0 komentar

Keberadaan kain tenun nusantara dapat terus bertahan era hinga digital ini berkat tirual adat yang melibatkan seluruh aktivitas dan kehidupan masyarakat dari berbagai suku daerah.Bahkan proses pekerjaanya dikerjakan secara maual masih terus dilakukan di beberapa daerah penghasil tenun.
Kecintaan ditambah krinduan pada budaya inilah yang tampaknya menjadi landasan kuat yang berhasil mengangkat kain tenun menjadi bagian gaya busana masa kini.Bahkan kain tenunjuga menjadi alternatif material busana ‘’bernuansa’’indonesia selain batik.memberi banyak ‘’pekerjaan rumah’’ yang menjanjikan hasil maupun masa depan yang lebih cemerlang bagi banyak pihak.
 

ISTIMEWANYA

Kreativitasbangsa indonesia dalam mencinta kian terpapar melalui ‘catatan’ panjang. Selama kurun waktu 1.500 tahun serta melaui berbagai kegiantan tradisi budaya di penjuru Nusantara ,terciptalah berbagai teknik pembuatan kain beserta ragam hiasanya keragaman kain tradisional muncul karna perbedaan geografis.Perbedaan iklim yang mempengaruhi perkembangan flora dan fauna disekitarnya turut berperan dalam memengaruhi gaya hidup dan mata pencaharian suku tertentu.

Nilai budaya dan adat istiadat yang dibangun oleh leluhur mengahasilkan filosofikehidupan yang tercemin kuat dalam adat setempat. Bahkan, hal ini kerap dikaitkan dengan kepercayaan yang di anut. Dari sinilah muncul bermacam ragam hias yang mengekspresikan keberadaan tuhan. Ada juga ragam hias yang terinspirasi  dari banda sekitar, seperti hewan dan tanaman dan selanjutnya dipakai dalam berbagai aktivitas sosial , baik untuk sehari hari ataupun untuk ritual adat.

Peran kain tenun lainya muncul ketika kelompok suku tertentu bertemu dengan kelompok lainya dan melakukan hubungan sosial. Kain Tenun yg mulanya digunakan untuk kebutuhan pribadi , mulain dipakai sebagai sarana untuk bertukar kebutuhan .

Kain tenun diperkenalkan oleh suku bangsa Tonkin dan Annam utara yang membawa kebudayaan Dongson pada sekitar 700 tahun sebelum masehi pun terus berkembang.       Para ahli menemukan bahwa teknik menenun yang dikenal hingga sekarang muncul secara bergantian diawali dengan tenun ikat lungsi (teknik penciptaan  ragam hias melalui ikat dan pencelupan pada benang lungsi atau benang vertikal), Kemudian tenunikat pakan (teknik penciptakaan ragam hias melaui ikat dan pencelupan pada benang pakan atau benang horizontal), dan tenun gandaa ikat atau double ikat dimana proses pembuatan ragam hias dibuat pada benang vertikan maupun benang horizontal.

Teknik teknik tenun tersebut berkemabang didaerah yang berbeda. Tenun ikat lungsi yang dipercaya sebagi teknik tenun tertua berkembang di pedalaman Sumatra ,Kalimantan,Sulawesi dan Nusa tengara timur. Teknik tenun ikat pakan banyak berkembang di daerah panti seperti, Aceh, Sumatra selatan, Sulawesi selatan, Sulawesi tengah, jawa, Nusa tenggara barat, dan Bali. Sedangkan tenun ikat ganda hanya berkembang di daerah tenganan, karangsem , Bali, dan dipercaya dipengaruhi oleh patola dan india . yang menarik , meski tiap teknik berkembang didaerah yang berbeda . jenis alat tenun yang dipergunakan nyaris serupa dengan keterampilan menenun yang dipelajari secara turun temurun hingga sekarang.
DAYA PIKATNYA
Para kolektor kain ,baik lokal maupun asing , biasanya siap berburu kain hingga kepelosok. ‘’Sejak kecil saya dekat dengan kain karena almarhuma ibu saya adalah seorang kolektor. Selain itu saya sendiri melihat keberadaan kain tenun yang menyebar diseluruh indonesia yang ragritual adam hiasnya dan tekniknya kaya deangan kekhasn dari masing masing daerah. Inilah yang membuat saya tertarik untuk mengembangkan karena keberadaanya mulai punah ‘’

Papar Sjamsidar isa produksi dan quality control Cita Tenun Indonesia (CTI), mengenain kecintaanya pada kain tenun indonesia

DULU DAN SEKARANG

Kita tau bahwa keindahan dan kekayaan kain tenun terletak pada proses pembuatan yang masih dikerjaan sepenuhnya dengan tangan serta ragam dan hiasan yang orisinal. Meski tidak begitu populer , kain tenun tradisional masih banyak dipakai, terutama untuk acara khusus yang melibatkan ritual adat atau upacara adat.

‘’saya melihat banyak yang bisa ‘diolah’ dari kain tenun, apalgi saya melihat ada new look , dimana kain kain nusantara tersebut diolah menjadi busana dan dipakai berulang ulang bukan hanya untuk accasion tertentu . Dari sini saya menyadari  bahwa penjualan kain songket harus didukung denganpromosi dan alternatif penggunaan kain yang lebih bervariasi, bukan sekedar sebagai kain padanan kebaya ‘’ jelas chossy latu

DEBBIR S. SURYAWAN (KONTRIBUTOR-JAKARTA)

Leave a Reply