Kamis, 28 Juni 2012

MENYUSUR LEMBEH, MENGEJAR TARSIUS

0 komentar

Naskah: Rita Nariswari

Jalanan di Manado masih sepi ketika roda mobil perlahan berputar menuju arah timur. Tujuan saya pada suatu Minggu, Desember tahun lal, adalah Bitung. Kota terbesar kedua di Provinsi Sulawesi Utara itu berjarak sekitar 45 kilometer. Menikmati pagi yang lenggang dengan pohon di kiri-kanan jalan benar-benar menyegarkan> Setelah melalui perbukitan, sejam kemudian saya menemukan ujung kota yang dituju.
Lambang kota berupa ikan pun ditemkan di perempatan jalan menuju Pelabuhan Bitung. Inilah satu-satunya pelabuhan antar pulau diprovinsi ini. Dermaga sudah dipenuhin orang, dari penumpang, penjaja makanan, hingga kuli angkut. Tak terlalu lama mencermati pelabuhan yang dipenuhi kapal besar saya pun sadar menyelusuri lembeh bukan dari sini. “Di dermaga Ruko Pateten,” ujar salah satu kuli angkut. Ia menjelaskan ada dermaga dibalik rumah toko tersebut.

Tak sabar menikmati perairan Lembeh, saya pun langsung beranjak. Benar saja, memasuki  dermaga, terlihat deretan perahu terlamba. Ada satu perahu yang mulai di penuhi penumpang. “Kalau Cuma mau nyebrang, naik itu bayar Rp 10.000,” kata seorang pria. Perjalan Cuma 15 menit ke Pulau Lembeh. Mentari terasa makin kuat bersinar, sehingga pagi cukup panas. Saya pun memutuskan menyewa satu perahu agar bisa berkeliling dan singgah di beberapa titik. Sewa kapal seharga Rp 300.000 disepakati untuk perjalanan selama tiga sampai empat jam.

Mesin perahu yang saya pilih mulai menderu ketika perahu disebelah yang hendak melaju ke dermaga Lembeh masih terus menambah penumpang dan baran. Benar-benar hendak di bikin penuh. Perahu beranjak, angin segera menyambar. Perjalanan yang menikmati selat yang hanya selebar 1-2 km pun di mulai. Air jernih nan biru dan langit bersih dengan awan putih menjadi teman setia.

Kapal penumpang, kapal barang, hingga perahu berlalang-lalang menghias selat. Semakin jauh dari dermaga, saya bisa melihat dua sisi, Bitung di kiri dan Pulau Lembeh di kanan. Tampak tebing-tebing  yang hijau di Bitung, dan resor-resor di Lembeh.  Dive resort tepatnya, karena setiap resor menyediakan fasilitas perahu berikut peralatan menyelam, bahkan dengan lokasi penyelaman yang begitu mudah dicapai.

Diselat yang sempit itu ada sekitar 30 spot penyelaman. Tidak memiliki keindahan terumbu karang seperti di Bunaken, tapi banyak penghuni laut warna-warni yang unik. Semisal mimic octopus, coconut octopus, beragam kuda laut, frogfish, dan nudibranch. Makhluk ini bersembunyi disela-sela terumbu karang. Dari ats perahu, dibawah laut jernih, saya pun bisa melihat ikan wara-wiri dalam warna-warna terang.

Perahu saya terus melaju, sejumlah resor dilalui. Saya bisa melihat Dunung Dua Saudara, yakni dua gunung kembar, yang menjadi ikon kota ini. Maka singgalah perahu di pantai pasir putih Langi di Kelurahan Kareko. “Cuma ini pantai yang boleh disinggahi umum,” kata pemilik kapal. Maklum, sebagian pantai ada dihadapan resor, sehingga hanya tamu yang menginap yang bisa bersantai di area tersebut. Kebanyakan pantai lain berpasir hitam. 

Leave a Reply