Naskah: Rita Nariswari
Jalanan di Manado masih sepi ketika roda mobil perlahan
berputar menuju arah timur. Tujuan saya pada suatu Minggu, Desember tahun lal,
adalah Bitung. Kota terbesar kedua di Provinsi Sulawesi Utara itu berjarak
sekitar 45 kilometer. Menikmati pagi yang lenggang dengan pohon di kiri-kanan
jalan benar-benar menyegarkan> Setelah melalui perbukitan, sejam kemudian
saya menemukan ujung kota yang dituju.
Lambang kota berupa ikan pun ditemkan di perempatan jalan
menuju Pelabuhan Bitung. Inilah satu-satunya pelabuhan antar pulau diprovinsi
ini. Dermaga sudah dipenuhin orang, dari penumpang, penjaja makanan, hingga
kuli angkut. Tak terlalu lama mencermati pelabuhan yang dipenuhi kapal besar
saya pun sadar menyelusuri lembeh bukan dari sini. “Di dermaga Ruko Pateten,”
ujar salah satu kuli angkut. Ia menjelaskan ada dermaga dibalik rumah toko
tersebut.
Tak sabar menikmati perairan Lembeh, saya pun langsung
beranjak. Benar saja, memasuki dermaga,
terlihat deretan perahu terlamba. Ada satu perahu yang mulai di penuhi
penumpang. “Kalau Cuma mau nyebrang, naik itu bayar Rp 10.000,” kata seorang
pria. Perjalan Cuma 15 menit ke Pulau Lembeh. Mentari terasa makin kuat
bersinar, sehingga pagi cukup panas. Saya pun memutuskan menyewa satu perahu
agar bisa berkeliling dan singgah di beberapa titik. Sewa kapal seharga Rp
300.000 disepakati untuk perjalanan selama tiga sampai empat jam.
Mesin perahu yang saya pilih mulai menderu ketika perahu
disebelah yang hendak melaju ke dermaga Lembeh masih terus menambah penumpang
dan baran. Benar-benar hendak di bikin penuh. Perahu beranjak, angin segera
menyambar. Perjalanan yang menikmati selat yang hanya selebar 1-2 km pun di
mulai. Air jernih nan biru dan langit bersih dengan awan putih menjadi teman
setia.
Kapal penumpang, kapal barang, hingga perahu
berlalang-lalang menghias selat. Semakin jauh dari dermaga, saya bisa melihat
dua sisi, Bitung di kiri dan Pulau Lembeh di kanan. Tampak tebing-tebing yang hijau di Bitung, dan resor-resor di
Lembeh. Dive resort tepatnya, karena
setiap resor menyediakan fasilitas perahu berikut peralatan menyelam, bahkan
dengan lokasi penyelaman yang begitu mudah dicapai.
Diselat yang sempit itu ada sekitar 30 spot penyelaman.
Tidak memiliki keindahan terumbu karang seperti di Bunaken, tapi banyak
penghuni laut warna-warni yang unik. Semisal mimic octopus, coconut octopus,
beragam kuda laut, frogfish, dan nudibranch. Makhluk ini bersembunyi
disela-sela terumbu karang. Dari ats perahu, dibawah laut jernih, saya pun bisa
melihat ikan wara-wiri dalam warna-warna terang.
Perahu saya terus melaju, sejumlah resor dilalui. Saya bisa
melihat Dunung Dua Saudara, yakni dua gunung kembar, yang menjadi ikon kota
ini. Maka singgalah perahu di pantai pasir putih Langi di Kelurahan Kareko.
“Cuma ini pantai yang boleh disinggahi umum,” kata pemilik kapal. Maklum,
sebagian pantai ada dihadapan resor, sehingga hanya tamu yang menginap yang
bisa bersantai di area tersebut. Kebanyakan pantai lain berpasir hitam.