Senin, 19 Maret 2012

Wajah Hukum Ekonomi di Indonesia

0 komentar
Apa itu Wajah Hukum Ekonomi di Indonesia ?
Pengertian dari hukum ekonomi saja sebenarnya masih dipertanyakan dan rancu.
Hal ini diperdebatkan oleh para pakar hukum ekonomi dan ilmu ekonomi.
Dalam hal ini kajian hukum ekonomi yang relatif baru berusaha menjawab kerancuan tersebut sehingga dapat mencapai suatu ekosistem yang benar dalam kajian yang benar pula.
Hukum ekonomi Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 ( dua ), yaitu hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial.
1. Hukum Ekonomi Pembangunan
Hukum ekonomi pembangunan adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
2. Hukum Ekonomi Sosial
Hukum ekonomi sosial adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata dalam martabat kemanusiaan ( hak asasi manusia ) manusia Indonesia.
Pengertian Hukum Ekonomi menurut para ahlinya atau pakarnya :
1. Menurut Van Kan
Hukum merupakan keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
2. Menurut Utrecht
Hukum merupakan himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.
3. Menurut Wiryono Kusumo
Hukum adalah merupakan keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi.



4. E. M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman sebagai penguasa-penguasa dalam melakukan tugasnya.
5. Immanuel Kant
Hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang ya satu dapat menyesuaikan diri kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
6. Rochmat Soemitro
Hukum ekonomi ialah sebagian dari keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang saling berhadapan.

7. Sunaryanti hartono
Hukum ekonomi Indonesia adalah keseluruhan kaidah0kaidah dan putusan-putusan hukum secara khusus mengatur kegiatan dan kehidupan ekonomi di Indonesia.

Atas dasar pengertian hukum ekonomi menurut  Rochmat Soemitro dan Sunaryanti Hartono , hukum ekonomi menjadi tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang bersumber pada pancasila dan UUD 1945 .
Sementara itu, hukum ekonomi menganut asas, sebagai berikut :
1. asas kaidah dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME,
2. asas manfaat,
3. asas demokrasi pancasila,
4. asas adil dan merata,
5. asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan,
6. asas hukum,
7. asas kemandirian,
8. asas keuangan,
9. asas ilmu pengetahuan,
10. asas kebersamaan, kekeluargaan, keseimbangan, dan kesinambungan dalam kemakmuran rakyat.
11. asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, dan
12. asas kemandirian yang berwawasan kenegaraan.

Fungsi hukum sendiri mempunyai fungsinya sebagai sarana pengendali dan perubahan sosial, hukum memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi.
Sedangkan Fungsi Hukum adalah mengikuti dan mengabsahkan (justifikasi) perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, artinya hukum sebagai sarana pengendali sosial.
Fungsi Hukum yang kedua adalah sebagai sarana untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Paham ini dipelopori oleh ahli hukum dari Inggris, Jeremy Bentham (1748-1852).
Contoh Permasalahan Hukum Ekonomi dalam bentuk Syariah :
Tiga masalah Fundamental Praktik Hukum ekonomi Syariah
Permasalahan praktik ekonomi syariah di Indonesia, khususnya berkenaan dengan sisi hukumnya, dibedah dalam Dialog Stakeholder Ekonomi Syariah, di Ruang Pertemuan Ditjen Badilag, lantai enam Gedung Sekretariat Mahkamah Agung, Jumat (28/1/2011).
Dalam dialog yang diprakrarsai Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah (HISSI) itu, tiga masalah fundemantal dalam praktik ekonomi syariah mulai terpetakan.

Selaku pemandu dialog, Hakim Agung Prof Abdul Ghani Abdullah menyatakan, masalah pertama ialah formulasi akad. Di lapangan, bank dan lembaga keuangan syariah belum memiliki format akad yang baku.

Dalam praktiknya, banyak bank syariah yang tidak konsisten menerapkan perikatan syariah. “Yang paling sering terjadi, awalnya akad murabahah, lalu berubah menjadi akad biasa, baik jual beli maupun hutang,” kata Prof Ghani.

Menurut Prof Ghani, biasanya pihak bank tidak mau peduli pada persoalan mendasar ini. Di sisi lain, masyarakat selaku nasabah juga tidak tahu-menahu atau tidak mau ambil pusing. Padahal, dari sisi hukum, hal ini memiliki konsekwensi yang serius.
“Jadi, realitas yuridis, akad muamalah tapi realitas empiris, bukan muamalah,” Prof Ghani menerangkan.
Permasalahan kedua ialah masih belum ada kejelasan mengenai pembuatan akad syariah: apakah harus notariil ataukah hanya seperti perjanjian dalam asuransi antara penanggung dan tertanggung.
“Perlu ada standarisasi formula akad, sehingga secara notariil dapat terumuskan dengan baik,” tandas Prof Ghani. Selain itu, notaris yang dilibatkan dalam penandatanganan akad itu haruslah notaris yang memahami akad-akad syariah.
Masalah ketiga ialah mengenai penyelesaian sengketa. Saat ini terdapat banyak pilihan untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Secara garis besar, pilihan itu terpilah menjadi dua, yaitu jalur non-litigasi dan jalur litigasi.
Jalur non-litigasi tidak hanya Badan Arbitrase Syariah (Basyarnas), tapi juga dapat melalui alternatif lain di luar pengadilan. Sedangkan jalur litigasi dapat ditempuh melalui peradilan agama dan peradilan umum.
Dalam klausul penyelesaian sengketa, kenyataannya pihak bank lebih cenderung menyatakan bahwa apabila terjadi sengketa maka tidak diselesaikan di pengadilan agama.
“Yang harus dimengerti, pengadilan agama tidak cari-cari perkara ekonomi syariah, tapi diberi kewenangan oleh Undang-Undang,” kata Prof Ghani. Undang-Undang tersebut ialah UU 3/2006 dan UU 50/2009.

sumber : http://vegadadu.blogspot.com/2011/05/hukum-ekonomi.html
http://lovelycimutz.wordpress.com/2011/04/17/definisi-tujuan-dan-aspek-lain-dari-hukum-ekonomi/
http://www.pustakasekolah.com/fungsi-dan-tujuan-hukum.html
http://ps2h.fsh-uinjkt.net/index.php?option=com_content&view=article&id=51:tiga-masalah-fundamental-praktik-hukum-ekonomi-syariah&catid=1:latest-news&Itemid=50

Leave a Reply